‘Lawan Aksi Represif Aparat Hukum’

7 Korban Kekerasan Menuntut Keadilan


Manado, ME

Deru protes menggema di permukaan publik nyiur melambai. Gumpalan-gumpalan kotoran dilontar ke wajah Korps Bhayangkara. Gerak perlawanan itu ditabuh berbagai elemen masyarakat Sulawesi Utara (Sulut). Aksi brutal yang diperagakan penjaga hukum negeri terhadap para aktivis anti narkoba jadi pemantik ledakan. Kepolisian Daerah (Polda) Sulut digugat. Pemegang ‘mapatu’ Polri Kota Manado didesak dilengserkan.
 

Puluhan masa Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Manado dan sejumlah tokoh pemuda Sulut, menyambangi Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulut, Kamis (2/6), sekira pukul 14.00 Wita. Kedatangan mereka diterima dengan baik Kapolda Sulut, Brigjen Pol Wilmar Marpaung.

 

Dalam pertemujan itu, perwakilan dari pengurus GMKI di Sulut menyampaikan kekesalan mereka terhadap para oknum polisi yang diduga melakukan kekerasan kepada tujuh mahasiswa. Dibeberkan, mereka yang menjadi korban dalam aksi demo di kantor DPRD Kota Manado itu, yakni Regino Jansen (24) (masih berada di IGD RSUP Kandouw Malalayang karena hidungnya terkena benda keras), Lendy Polii (22), Tommy Tompolumiu (20), Jerry Suud, Melky Halean, Combyan Lombongbitung dan Yoris Pangi (19).

 

Dalam pertemuan yang digelar di Ruang Anev, Lantai I, Mapolda Sulut itu, pihak GMKI menyesalkan Kapolresta Manado, AKBP Suprayitno, tidak hadir namun hanya diwakilkan saja oleh Wakapolrestanya yakni, AKBP Endang Brotoseno.

 

GMKI menegaskan, sama sekali tidak memusuhi para petugas kepolisian. “Sangat disayangkan, bukannya mengayomi dan melindungi masyarakat tapi mereka (polisi, red), melakukan kekerasan terhadap sejumlah sahabat kami,” keluh Wanda, salah satu pengurus GMKI Manado. “Teman kami yang berada di rumah sakit, tidak ada satupun polisi atau anggota dewan yang mengunjungi,” tuturnya dengan nada kesal.

 

Diungkap, ada pengurus GMKI yang dibentak dan diusir oleh seorang Kabag Ops, ketika akan memberikan keterangan di Mapolesta Manado. “Kami dongkol ada oknum polisi seperti itu,” aku koodinator, perwakilan GMKI, Reki Sondak.

 

GMKI mengaku salah, ada pelanggaraan saat demo. “Tapi, kami tidak rusak CCTV. Di dalam ruangan di kantor dewan dilepas gas airmata. Tidak hanya itu, polisi juga kejar teman kami sampai di Kelurahan Mahakeret. Kami datang hanya sampaikan aspirasi kami. Kami bukan teroris atau pelaku kejahatan yang dikejar-kejar hingga dipukuli atau ditangkap,” keluhnya lagi.

 

Tim Paniki Polresta Manado diduga melakukan kekerasan beserta Satpol PP Kota Manado. “Iya, mereka harus ditindak. Mau jadi apa Kota Manado kalau ada polisi lakukan kekerasan seperti itu. Kapolresta Manado juga bilang kalau tidak ada korban dalam aksi ini, terus teman kami yang hingga saat ini dirawat di RS itu dikarenakan apa? Kami sudah surati Kompolnas juga instansi-intansi terkait untuk proses kasus ini karena tidak hanya di Sulut, kejadian ini hingga ke telinga GMKI di pusat maupun seluruh Indonesia,” timpalnya.

 

GMKI perangi narkoba. Sampaikan aspirasi untuk mencari keadilan di Indonesia. Disayangkan, ketika hendak cari keadilan dan kebenaran, polisi menjadi musuh. “Mereka (polisi, red) menghadang kami, aniaya kami. Kami punya bukti foto atau video akan adanya penganiayaan terhadap kami. Hampir semua dianiaya,” bebernya. “Kami demo untuk sampaikan keadilan. Kalau tidak disikapi dengan baik oleh instansi terkait, kami akan demo dengan masa yang lebih besar lagi. GMKI se-Indonesia akan lakukan demo besar-besaran,” papar Ketua GMKI Manado, Hiskia Sembel.

 

GMKI memastikan akan tetap ambil langkah hukum. “Hari ini (kemarin, red) kami telah masukan laporannya atau langkah hukum di Bidang Propam Polda Sulut. GMKI se-Indonesia akan lakukan aksi solidaritas tentang apa yang kami alami saat ini dan rasakan saat ini, kekecewaan, kehancuran, menjadi bagian seluruh GMKI di tanah air. Pengurus pusat juga telah mengadvokasi di Kompolnas, dan ke Kapolri langsung,” aku Sembel. “Kapolresta Manado harus dicopot dari jabatannhya. Ini terjadi pembohongan publik dari Kapolresta sendiri. Karena baru sebulan menjabat, tapi sudah menjadi pertumpahan darah di Manado. Dia tidak pantas pimpin Kota Manado yang punya budaya yang sangat baik, saling hormat antar agama yang sangat baik atau plurarisme. Kalau dia masih menjabat Kapolresta Manado, bisa terjadi pertumpahan darah yang sangat hebat di Manado,” nilai Sembel.       

 

Ketika ditanya, terkait ada anggota DPRD Manado, Roy Maramis, yang datang di pertemuan atas panggilan Kapolda, Hiskia pun punya tanggapan tentang pengusirannya. ”Kami usir dia karena ini tidak ada hubungan dengan DPRD. Karena, kami dapati di lapangan ada oknum staf DPRD Manado lakukan penganiyaaan. Ada buktinya pada kami. Jadi kami tidak mau ada intervensi dari anggota dewan tentang informasi yang kami sampaikan dalam pertemuan diskusi tadi (kemarin, red),” tutupnya.

 

HMI SIAP MELAWAN BERSAMA GMKI
Tindakan pemukulan penegak hukum terhadap para aktivis GMKI, berujung panas. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Manado, ikut bereaksi. Kritikan tajam dilontarkan ke aparat kepolisian. “Negara kita adalah negara demokrasi dimana disebutkan kita bebas menyampaikan aspirasi baik secara lisan maupun tulisan. Pemukulan oknum polisi terhadap massa aksi GMKI merupakan pelecehan terhadap generasi muda, khususnya generasi muda yang akan menyampaikan aspirasi,” papar Ketua HMI Cabang Manado, Rifaldi Rahalus. “Okelah kalau memang ada tuduhan gerakan-gerakan anarkis dari pihak pendemo namun sebaiknya pihak kepolisian lebih jeli untuk bertindak dengan tidak anarkis selaku pelindung masyarakat,” sambungnya.

 

Pihak kepolisian harus pandai. Ada hal-hal lain yang bisa ditepis sehingga tidak terjadi pertumpahan darah. “Dalam waktu dekat ini kami akan membicarakan bersama dengan teman-teman Cipayung (PMII, HMI, GMNI, GMKI, PMKRI), terlebih  teman-teman GMKI, kemudian kita akan melakukan advokasi terkait pemukulan dari pihak kepolisian,” tandasnya.

 

WAKIL RAKYAT SULUT: HUKUM APARAT ANARKIS
Drama ketegangan berujung bentrok hingga pemukulan yang dilayangkan aparat terhadap pendemo di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Manado, banjir kecaman dari  penghuni gedung cengkeh. “Saya melihat  aparat penegak hukum sudah keterlaluan sekali. Bagaimana mungkin mereka memberikan contoh yang tidak benar dan tidak terpuji seperti itu. Ini sudah penganiayaan namanya,” sembur anggota Komisi I DPRD Sulut, Jeane Mumek, diiringi rentetan nada kecaman lainnya.

 

Siapapun pelakunya, harus dihukum karena sudah terjadi pertumpahan darah. Aparat penegak hukum sudah melakukan tindakan seenaknya sendiri. “Mau jadi apa negeri ini kalau penegak hukum sendiri modelnya anarkis seperti itu. Kelakuan tersebut sudah kembali ke zaman Orde Baru. Aparat main hakim sendiri,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

 

Zaman sekarang Indonesia sudah berada di era reformasi. Setiap masyarakat berhak memberikan suaranya. “Ini sudah era reformasi, mengapa masih seperti itu. Penegak hukum beginilah yang perlu direvolusi mentalnya,” tegas politisi perempuan ini.

 

GAMKI SULUT DORONG PENCOPOTAN KAPOLRESTA MANADO
Gelombang perlawanan terhadap aparat penegak hukum ikut digoyang organisasi pemuda lain di Sulut. Gerakan Angkatan Muda Kristen Indoensia (GAMKI) ‘mengaum’. Kepala Kepolisian Resort  Kota (Kapolresta) Manado didesak dicopot.

 

Kecaman keras terhadap tindakan oknum-oknum aparat Polresta Manado dan Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja (PP) dipertegas. Tindakan brutal tersebut melukai iklim  dan semangat berdemokrasi. Bagitu pula, melukai pemaknaan hari lahirnya Pancasila. “Tindakan itu juga merusak citra polisi sebagai mitra masyarakat. Secara khusus untuk oknum tim Paniki yang terlibat penganiayaan. Kesuksesan menangkap pelaku kejahatan yang selama ini dilakukan, tercoreng dengan tindakan penganiayaan kepada mahasiswa yang justru mensuport tugas kepolisian dalam konteks darurat narkoba,” urai Ketua GAMKI Sulut, Mediy Tinangon.

 

Organisasi pemuda kristen ini mengecam tindakan represif aparat yang tidak berperikemanusiaan. "Padahal teman-teman GMKI melaksanakan aksi damai yang tidak mengancam ketertiban umum. Bahkan materi aksi menunjang tugas polisi untuk memerangi narkoba," sambung Tinangon.

GAMKI mendesak Kapolda Sulut, Brigjen Pol Wilmar Marpaung, menindak tegas oknum polisi yang telah melakukan tindakan tak terpuji itu. "GAMKI meminta Kapolda mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang bersikap represif tersebut. Oknum-oknum aparat yang tidak pancasilais, yang merusak citra Polisi sebagai mitra masyarakat," tandas Tinangon. “Saya tadi (kemarin, red) sebagai senior GMKI dan ketua GAMKI Sulut, hadir dalam  pertemuan dengan Kapolda (Kepala Kepolisian Daerah. Kami sudah berbicara. Kami berharap  Kapolda memenuhi janjinya untuk memproses aparat yang terlibat,” tukasnya.

 

Dalam pembicaraan tersebut, para pemuda mengkritisi pernyataan Kapolresta Manado bahwa anggotanya tidak melakukan penganiayaan. “GAMKI menganggap bahwa hal tersebut adalah pembohongan publik dan pembelaan yang tidak proporsional. Karenanya GAMKI mensupport sikap GMKI yang menuntut Kapolresta Manado dicopot dari jabatannya,” ungkapnya.

 

Diketahui, demonstrasi yang dilakukan puluhan aktivis GMKI Manado, Rabu kemarin, berakhir ricuh. Sejumlah aktivis jadi korban. Sementara itu, sejumlah pendemo diciduk aparat. Suasana Kantor DPRD Manado pun ‘tegang’.

 

Dalam bentrok yang terjadi, sejumlah aktivis GMKI terlihat berdarah. Ada yang luka di bagian kepala, wajah hingga punggung. Tindakan aparat tersebut memantik reaksi berang dari berbagai elemen masyarakat. Di media sosial facebook, bertaburan kecaman warga terhadap aparat. Para penegak hukum dinilai tak pantas melakukan tindakan kekerasan terhadap para aktivis. Apalagi mereka sedang berjuang melawan kejahatan narkoba yang menjadi musuh bersama bangsa Indonesia.

 

KAPOLDA JANJI TINDAK TEGAS ANGGOTANYA
Kapolda Sulut Brigjen Pol Wilmar Marpaung menegaskan, akan menindak tegas kalau ada oknum polisi lakukan penganiayaan. “Kalau ada bukti pasti kami tindak tegas. Saya telah minta Kabid Propam Polda Sulut, untuk proses kalau terbukti anggota polisi bersalah. Sanksi disiplin hingga kode etik akan kami berikan,” terang Jenderal Bintang Satu ini. “Kami akan proses kasus ini secara transparan dan tidak ada yang ditutup-tutupi,” janji perwira tinggi ini.

 

Manurut Marpaung, dirinyapun tidak mengetahui kalau ada mahasiswa yang menjadi korban dalam kasus ini. “Saya tanya ke Dir Intelkam. Tapi, Dir Intelkam bilang tidak ada korban yang masuk rumah sakit dan hanya rawat jalan. Jadi, saya tidak ke RS,” urainya.

 

Ketika ditanya apakah Kapolresta Manado akan diganti, Marpaung mengaku itu bukan wewenangnya. “Melakukan pergantian dari Mabes Polri. Polda hanya berikan sanksi. Dan, saya tidak boleh terburu-buru dengan langsung berikan hukuman tapi harus diproses dahulu,” terangnya.
Kapolda pin ikut menanggapi rencana GMKI, yang hari ini akan lakukan lagi aksi demo untuk menuntut Kapolresta Manado mundur dari jabatannya. “Sebenarnya tidak harus ada demo lagi, tapi kalau memang ngotot, itu hak kalian. Saya pun meminta maaf sebesar-besarnya apabila bawahan saya melakukan kesalahan. Ini pengalaman yang sangat berarti bagi saya,” tutur Kapolda.

 

BERMULA DARI DEMO MELAWAN NARKOBA
Demonstrasi yang dilakukan puluhan aktivis GMKI Manado, Rabu (1/6), berakhir ricuh. Sejumlah mahasiswa tumpah darah. Sementara itu, beberapa pendemo diciduk aparat. Suasana Kantor DPRD Manado pun tegang.

 

Tensi ruang paripurna dewan itu meninggi. Unjuk rasa yang dilakukan para akvifis mahasiswa, berujung masalah. Adu jotos antara pendemo dan aparat Kepolisian tak terhindari. Diduga, masa pendemo sempat melakukan perlawanan terhadap aparat. Bahkan, diakui salah satu anggota Kepolisian, jika pimpinan mereka yakni Kabag Ops Polresta Manado Kompol Dewa Pugana, didorong paksa. Selain itu, Polisi menilai aksi tersebut tidak memiliki izin.

 

Sebagian mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu diamankan setelah negosiasi dengan Polisi mengalami jalan buntu. Aksi percakapan berubah menjadi aksi dorongan bahkan perkelahian. Kondisi ini berlangsung cepat hingga di luar ruangan. Fasilitas Sekretariat DPRD ikut dirusak pendemo. Antara lain, papan nama CL (anggota DPRD Manado yang terlibat kasus narkoba) dipiloks warna biru kemudian daun pintu ringsek karena aksi dorong.


Sejumlah tuntutan dilayangkan pendemo, seperti mempertanyakan oknum anggota DPRD Manado, CL, sebagai tersangka narkoba yang masih berkeliaran di Kota Tinutuan. "Kami mendesak pimpinan fraksi dan pimpinan DPRD agar segera memberikan sanksi terhadap oknum CL," teriak motor aksi, Ketua GMKI Manado, Hizkia Sembel, yang disambut riuh rekan-rekannya.

Tindakan pimpinan Fraksi Partai Demokrat dan pimpinan DPRD Manado dikecam karena dianggap melakukan pembiaran terhadap anggota dewan yang terbukti menggunakan juga menyimpan barang haram. Massa kemudian mengancam, apabila tidak diindahkan, aksi dengan gelombang massa yang lebih besar akan dilakukan. Massa juga mengajak seluruh GMKI se-tanah air untuk mengadvokasi permasalahan ini.

Cukup lama Sembel menyampaikan pernyataan. Tak lama kemudian, rekan-rekannya ikut memegang mikrofon dan berorasi. Awalnya, mereka berorasi di luar ruangan namun situasi menjadi panas setelah mereka masuk ruangan sambil berteriak mengeluarkan pendapat sampai di ruang paripurna. Saat berada di dalam ruangan, gelagat panas menyeruak. Sampai ada pendemo mengambil papan nama CL kemudian menyemprot dengan piloks sampai tulisan warna kuning keemasan hilang.

Anggota DPRD Manado, Fanny Mantali didampingi Roy Mantiri dan lainnya, menghampiri para pendemo. Mereka menyampaikan jika pimpinan dewan tidak berada di tempat karena tugas ke luar daerah. Namun, para mahasiswa menjawab, jika pimpinan tak ada berarti ada Ketua Fraksi Demokrat di Manado dan keberadaannya sudah mereka deteksi.

Seketika itu muncul, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anita de Blouwe sembari menyampaikan kalau dirinya bisa menjadi perwakilan untuk menerima aspirasi. Kembali hal tersebut ditampik. Sampai Kepolisian melakukan negosiasi. Negosiasi sepertinya berujung buntu hingga terjadi aksi penangkapan paksa terhadap para pendemo.

 

Sejumlah mahasiswa diseret aparat, sementara beberapa lainnya terlihat luka-luka. Menurut pengakuan mereka yang terlihat berdarah, itu akibat pukulan aparat. (tim me)



Sponsors

Sponsors