
Silaturahmi Antara Umat Beragama di Sulut Perlu Dirangsang Kembali
Manado, ME
Legislator Sulawesi Utara (Sulut) Melky Pangemanan mengelar Kopi Darat (Kopdar). Pelaksanaan kegiatan rutin ini merupakan komitmen pribadi untuk melaporkan kepada publik mengenai kinerja selama ini ketika mengemban amanah sebagai wakil rakyat yang berkantor di gedung cengkih.
Kopdar yang digelar di ruang serbaguna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulut itu mengusung tema "Sulawesi Utara Cinta Damai" dan sub tema "Sulut Sulit Disulut karena Solid". Hadir sebagai pembicara, Ketua LMI, Hanny Pantouw, Ketua ANSOR Sulut, Yusra Alhabsyi dan Taufik Tumbelaka, salah satu pengamat politik di Sulut.
Persoalan di tanah nyiur melambai pun dibedah. Ditemukan problem bahwa keberagaman dan kerukunan di Sulut mulai terkikis karena tali silaturahmi antara umat beragama sudah tidak nampak lagi dan hal tersebut perlu dirangsang.
"Menjaga tali silaturahmi ini penting. Kalau kita melupakannya berarti meninggalkan suatu tradisi yang telah dibangun oleh para leluhur kita," ucap Anggota Komisi IV DPRD Sulut, Melky Pangemanan.
"Ini juga berdampak pada dunia kampus. Mulai kita lihat generasi melenial sudah malas berdiskusi, malas bertukar pikiran dan berbagi informasi dan pengalaman. Ini juga menjadi cikal bakal sehingga tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh muda yang berkompeten dan memiliki intelektual, malas merawat hubungan silaturahmi antara umat beragama," ujar Pangemanan.
Dia juga menambahkan, masyarakat yang ada di Sulut ini harus dirangsang kembali untuk memperkuat tali silaturahmi antara umat beragama, dilakukan baik dalam pertemuan berbentuk diskusi resmi atau tidak resmi.
"Tetapi juga di dalam masyarakat Sulawesi Utara itu sendiri makanya sekarang kita perlu galakkan atau tingkatkan lagi hubungan-hubungan antara umat beragama dalam bentuk pertemuan yang formal maupun pertemuan yang informal, pertemuan yang tidak mewah tapi juga bisa berdampak suatu pesan kepada publik. Ini menjadi persoalan dan memang faktanya generasi melenial lebih tertarik dengan pendekatan-pendekatan yang lebih modern seperti dengan sosial media dan kurang lagi membangun hubungan yang baik seperti interaksi dalam bentuk-bentuk diskusi untuk mengetahui keberagaman, agama yang lain dan mencari tau sesuatu-sesuatu yang positif, bertukar pengalaman, berbagi informasi. Ini menjadi persoalan sehingga kita perlu tingkatkan lagi," terang Pangemanan.
"Apalagi dalam pendekatan kebudayaan kita mulai tergerus kemajuan zaman dan teknologi. Orang tidak lagi mengedepankan persoalan etika dan kebanyakan mereka tidak paham dengan adat dan kebudayaan kita sendiri. Deperti saya yang ada di Minahasa, kita tidak banyak mengetahui dan menggali itu sehingga pendekatan-pendekatan yang keliru ketika kita berinteraksi dengan suku, ras dan agama yang lain dan ini menjadi persoalan. Makanya itu perlu penguatan pelestarian adat, budaya tetapi penguatan kita mengetahui substansi dari adat istiadat yang diajarkan leluhur kita," tandas Pangemanan.
Hal senada dikatakan oleh Yusra Alhabsyi. Untuk menjaga keberagama perlu adanya tali silaturahmi antara umat karena hal ini sudah jarang didapati akhir ini.
"Silaturami ini penting karena sudah menjadi tradisi orang tua kita dari masa lalu dan hari ini sudah terputus. Karena silaturahmi kita sambung kembali dalam konteks informilnya, saya yakin ini apabila ada hal yang tersumbat dalam perbedaan pendapat, bisa terurai dan ini kita bisa lakukan," ucap Anggota DPRD Sulut ini.
"Persoalan wisata kebudayaan dan keagamaan itu penting karena kita di Sulut punya potensi dan orang mengenal Sulut merupakan pilot project daerah yang mampu menjaga keberagaman di Sulut. Kalau kita tidak mampu menjaga potensi ini dan dikembangkan di wisata, kita akan rugi karena meninggalkan ini. Karena dengan menjaga potensi ini, kita akan mendapat keuntungan yakni menjaga kerukunan umat beragama dan mendapatkan efek ekonomi," tandas ketua ANSOR Sulut ini. (Eka Egeten)