
Foto: Rinto Taroreh bersama Budayawan Ivan Kaunang dan tim dari Kemendikbud RI.
Konsisten Menjaga Warisan Leluhur, Taroreh Masuk Nominasi Penerima Anugerah Kategori Pelestari Kebudayaan
Manado, MX
Komitmen menjaga warisan leluhur di tanah Minahasa ditunjukkan pelaku budaya Rinto Taroreh. Hal ini membuat dirinya masuk dalam daftar calon penerima penghargaan kebudayaan kategori pelestari. Penghargaan ini diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia (RI) kepada tokoh yang memiliki intergritas untuk menggali, menjaga, mengembangkan, dan melindungi karya budaya.
Hal ini diungkap oleh Ketua Pokja Apresiasi Kebudayaan Kemendikbud, Arifin Dano. Dirinya mengatakan, kedatangannya bersama tim di Sulawesi Utara (Sulut) adalah dalam rangka apresiasi ke para pelaku budaya, khususnya penganugerahan pelaku kebudayaan 2020. Penganugerahan ini sudah berjalan dari tahun 2017. Ada delapan kategori, termasuk gelar tanda kehormatan dari Presiden ada tiga kategori. Salah satu yang harus diverifikasi ke lapangan adalah calon penerima anugerah kategori pelestari.
"Kebetulan Pak Rinto ini masuk dalam daftar nomine sebagai pelaku budaya kategori pelestari. Dari sisi administrasi dan substansi yang sudah diseleksi di Jakarta. Beliau salah-satunya yang harus visitasi makanya kita turun ke lapangan. Apa yang kita lakukan di lapangan, kita akan membandingkan antara dokumen yang dikirim ke kita oleh Dinas Kebudayaan Provinsi, kita verifikasi ke lapangan apakah benar cerita seperti ini, terus kemudian aktivitas yang dilakukan Pak Rinto di sejumlah tempat," kata Arfin pada saat mengunjungi situs waruga di Desa Lota, Kecamaran Pineleng, Sabtu (26/9).
Menurut Arfin Dano, di kategori pelestari, tingkat kesulitan cukup tinggi karena hal-hal yang sudah akan hilang, apakah ada yang ada melestarikan sehingga di dalam pelestarian itu ada dua bobot yang perlu lihat. Yang pertama adalah pelestarian itu dari garis keturunan dan yang kedua, ini tidak dari garis keturunan tetapi sudah dibuka kepada umum.
"Membuka kepada umum inilah yang sulit dilaksanakan oleh pelestari karena hal-hal seperti ini minatnya orang terutama anak muda. Tetapi anak muda di Pak Rinto banyak. Makanya kita akan melihat anak-anak muda di luar garis keturunan Pak Rinto, entah selama ini yang dibina oleh beliau, seperti apa aktivitas mereka, bagaimana cara Pak Rinto membina mereka ini sehingga tidak hanya datang pada saat mereka belajar tari-tarian, setelah itu mereka sudah kemana atau sudah tidak dibina lagi,” katanya.
“Ternyata cerita Pak Rinto, mereka sudah diberi tugas untuk merawat situs dan waruga-waruga sehingga aktivitas mereka berjalan terus dan mereka merasa dekat dengan apa yang ditransfer ilmu atau yang diwariskan itu kepada mereka. Itu yang kita cari," terang Arifin.
Menurutnya, dalam rapat pleno nanti tugas mereka akan menyampaikan itu secara kasat mata.
“Makanya kita harus turun ke lapangan. Tari-tarian statusnya di mana, waruganya di mana, komunitas Pak Rinto aktivitas seperti apa. Jadi lebih berat kategori pelestari dari pada kategori lainnya. Rinto Taroreh adalah satu-satunya yang lolos di daerah Sulut dan dari pelestari yang lolos seluruh Indonesia ada 33 orang," tandas Arifin.
Sementara itu, akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Dr. Ivan Kaunang M.Hum mengatakan, tim ini datang untuk mengecek atau menverifikasi usulan dari Pemprov Sulut berkaitan dengan penghargaan tokoh pelestari yang ada di Sulut.
"Dari informasi yang didapat, ada banyak yang sudah diusulkan pemprov Sulut tapi verifikasi admistrasi berdasarkan penelitian hanya satu yang dipilih dari setiap provinsi. Dan di Sulut terpilih Tonaas Rinto Taroreh," kata Kaunang.
Ketua Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) ini pun menambahkan, kedatangan tim verifikasi di Sulut untuk mencari tau apakah data admistrasi yang dikirim itu sesuai dan mereka ingin mencari tau mengenai pelestarian tradisi terutama Tari Kawasaran.
"Mulai dari sejarah kawasaran, apa motivasi Tonaas Rinto Taroreh untuk kemudian mengembangkan tarian kawasaran di seluruh Sulut, daerah Minahasa Selatan (Minsel), Minahasa Utara (Minut), Tondano, Tomohon, Manado dan lain sebagainya. Ada beberapa kelompok kawasaran yang ada di Sulut, termasuk melihat di mana ada kawasaran-kawasaran yang masih tradisi dan kawasaran-kawasaran hanya untuk entertainment, pariwisata dan lain sebagainya. Kawasaran tradisi maksudnya kawasaran ritual yang melekat adat dan istiadat," terang Kaunang.
Budayawan Sulut ini pun berharap supaya hal seperti ini, bagi pemerintah atau penentu kebijakan di bidang kebudayaan, bukan hanya pelestarian tapi juga aspek-aspek lain yang berkaitan dengan kebudayaan tidak hanya parsial, tidak hanya ada anggaran tetapi harus terjadi secara terus-menerus. Artinya harus ada pembinaan budaya.
"Tidak hanya kalau ada proyek atau lain sebagainya tapi bekerja di bidang kebudayaan itu harus punya hati. Artinya tidak hanya melekat kalau ada uang baru bekerja. Tetapi kerja budaya itu harus benar-benar mencintai kebudayaan. Kalau hanya berpikir nanti ada uang atau ada nilai ekonomis, tidak akan terjadi pengembangan kebudayaan, terutama mengembangkan atau melestarikan tradisi kawasaran," harap Kaunang.
"Ini juga adalah bagian pembinaan generasi muda, pembinaan mental, pembinaan spiritual. Kita tau bersama sepuluh tahun terakhir ini gerakan-gerakan kebudayan yang dilakukan Tonaas Rinto Taroreh sudah luar biasa. Kalau dahulu kita lihat dalam berbagai foto, dalam bebagai atraksi kawasaran, itu diisi dengan orang sudah tua. Tetapi sekarang begitu banyak anak muda kemudian senang dan suka melaksanakan atau latihan kawasaran dan juga mengikuti dan mencari tau tentang sejarah dan adat istiadat yang berkembang berkaitan dengan kawasaran," tandas Direktur Institut Sejarah Budaya Minahasa (Sebumi) ini.
Merespons kunjungan ini, Rinto Taroreh mengaku sangat berterima kasih kepada pemerintah karena sudah memberikan kepercayaan sebagai calon penerima anugerah kategori pelestari kebudayaan.
"Harapan ke depan, ini bisa memotivasi teman-teman pegiat budaya supaya lebih konsisten untuk menjaga penanda-penanda budaya dan warisan-warisan nilai budaya karena itu yang terpenting," ucap Taroreh.
"Apa pun yang kita akan lakukan, konsistensi itu sangatlah penting. Jadi akan tetap ada terus-menerus, jangan sampai hanya panas-panas di awal sehabis itu hilang semangat. Tetap bersemangat terus, apalagi bercerita tentang budaya itu berkaitan dengan nilai yang diwarisi oleh leluhur, nilai-nilai yang terkandung di kawasaran, nilai yang terkandung tentang kearifan yang ada di waruga, nilai yang ada di watu tumotowa dan yang lainnya," jelasnya.
Lanjut ditambahkan Taroreh, hal yang terutama adalah bagaimana orang-orang budaya menjadi pokok utama. Artinya di mana kita mendapat pengetahuan tradisi ini, kita bisa menyebarkan kebaikan dan mewariskan itu ke generasi berikutnya.
"Pokok dari kebudayaan itu adalah menyebar kebaikan dan perlu juga diwariskan ke generasi selanjutnya supaya tetap berkelanjutan," tandasnya. (Eka Egeten)