Liando Kritisi Isu-isu di Pembahasan Revisi UU Pemilu


Manado, MX

Nada tegas meletup dari ‘Gedung Senayan’. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyebut, revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu) Nomor 7 Tahun 2017 menjadi agenda krusial untuk diselesaikan pada tahun 2021 ini.

Merespons agenda tersebut, Ferry Daud Liando, peneliti isu-isu kepemiluan di Indonesia menyebutkan ada sejumlah isu yang kans dibahas DPR RI. Terutama terkait dengan kepentingan partai politik (parpol).  

“Tahun 2021 DPR RI telah mengagendakan revisi UU Pemilihan Umum sebagai perbaikan terhadap UU Nomor 7 tahun 2017. Ada Beberapa isu yang kemungkinan akan dibahas DPR RI sebagaimana kepentingan parpol yang sedang berkembang belakangan ini,” sebut Liando, Kamis (7/1/2021).

“Pertama, apakah UU Pilkada akan diintegrasikan dengan UU Pemilu. Saat ini pilkada masih diatur terpisah di UU 10 tahun 2016, yang telah direvisi terakhir dengan UU 6 tahun 2020. Jika pemilu dan pilkada menyatu dalam satu UU maka pemilu dan pilkada berpotensi digelar serentak,” jelasnya.

Kedua, menurut Liando keserentakan pemilu yang memilih DPR dan Presiden secara bersamaan. Apakah Tetap seperti pemilu tahun 2019 atau dilakukan pemilihan secara terpisah.

“Kalau dipilih bersamaan, lantas syarat ambang batas pencalonan Presiden diperoleh dari pemilu yang mana. Kemudian perlu mempertimbangkan banyaknya jumlah petugas TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang meninggal karena kelelahan,” terang akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado ini.

“Ketiga, soal sistem pemilu apakah terbuka atau tertutup. Dalam UU sekarang menggunakan sistem proporsional terbuka. Keempat, tentang syarat threshold untuk DPR RI. Apakah tetap 4 persen seperti sekarang atau dinaikkan, atau diturunkan. Kelima, besaran kursi per dapil (daerah pemilihan). Saat ini 3 sampai 10,” papar Liando.

Keenam, Liando sebut tentang konversi suara parpol menjadi kursi. Menurutnya, Pemilu 2019 menggunakan sainte lague (metode penghitungan kursi di Pileg 2019), namun ada metode lain yang bisa menjadi alternatif.

“Ada alternatif pilihan lain, yaitu kuota hare (perhitungan dengan rumus: total jumlah suara sah dibagi dengan total jumlah kursi yang harus diisi). Model ini pernah digunakan pada pemilu 2014 dan sebelumnya,” tandas Liando.

Diketahui, revisi RUU Pemilu kali ini adalah yang pertama diinisiasi DPR pasca reformasi, karena sebelumnya selalu menjadi inisiatif pemerintah. Kabar dari ‘Senayan’ menyebutkan, naskah RUU Pemilu yang merupakan usul inisiatif DPR RI sudah masuk di Badan Legislasi (Baleg) DPR dan sudah dibentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahasnya. (Rikson Karundeng)

 



Sponsors

Sponsors