Semuanya Bermula Dari Rumah


Oleh : Fredy Sreudeman Wowor*

Satu kenyataan yang sangat berarti dalam perkembangan kebudayaan Minahasa saat ini adalah adanya keinginan yang sangat mendalam dari kaum turunan Toar dan Lumimuut untuk menampilkan identitasnya dan mengekspresikan diri sebagai orang Minahasa.

Keinginan untuk menampilkan identitas dan mengekspresikan diri ini menurutku mesti diimbangi dengan adanya pengetahuan dan pemahaman yang mendasar terhadap asal usul keberadaan kita sejak masa yang lampau hingga saat ini.

Pertanyaannya sekarang adalah darimana kita bisa mendapatkan sumber informasi tentang asal usul keberadaan kita ini ?

 

Dari sumber tak tertulis dan sumber yang tertulis.

Sumber yang tertulis meliputi tulisan yang dicatat oleh orang Minahasa dan orang yang bukan Minahasa.Tulisan dari orang yang bukan Minahasa adalah tulisan yang ditulis para penulis luar negeri sejak zaman colonial hingga sekarang ini.

Sumber tak tertulis mencakup peninggalan berupa artefak, pola tindak sehari-hari dan kisah-kisah yang diceritakan oleh orang yang tua. Orang yang tua ini mengandung pengertian pada satu sisi sebagai orang yang secara umur tidak muda lagi sehingga telah memiliki banyak pengalaman dan di sisi lain orang yang tua ini secara umur masih muda tapi memiliki pengetahuan yang lebih sehingga menjadi tempat bertanya dari orang banyak. Pengertian ini berdasarkan ungkapan para leluhur :

I PATU’TUA IM PELEPELENG (Berjalan “BER” yang tua)

I PATU’TUA IM BAYAWAYA  (Berkata “BER” yang tahu)

Apabila kita telusuri proses pemanfaatan sumber informasi ini, maka akan kita dapati bahwa sumber yang tertulis lebih dominan digunakan dibandingkan dengan sumber yang tak tertulis.

Sumber tertulis ini terutama adalah tulisan-tulisan dari zaman colonial yang terus direproduksi sebagai rujukan dari  penulisan kembali kisah-kisah dari manusia Minahasa.

Penggunaan sumber-sumber dari zaman colonial ini, menurutku masih diperlukan sebagai pembanding dalam pengkajian kebudayaan minahasa, tapi penggunaan sumber-sumber ini mesti diimbangi juga dengan informasi-informasi dari orang minahasa.

Masalahnya adalah informasi-informasi ini masih bersifat lisan dan belum tercatat sebagai tulisan. Bagaimana membikin sumber-sumber yang membisu sejak masa lampau  bisa berbicara kepada kita di masa ini ?

 

Sebuah tulisan naratif.

Sebuah tulisan naratif tentang kehidupan orang Minahasa mesti bermula dari rumah dan berawal kembali dari rumah.

Ada dua istilah yang dipakai untuk menandai sebuah rumah. Rumah yang disebut wale dan rumah yang disebut waruga.

Wale dapat diartikan sebagai tempat jiwa disemai. Di wale,  jiwa yang telah mewadah bertumbuh menjadi seperti apa semestinya dia harus menjadi : Tou Tumou Tou Wo Tou Mamuali Tou.

Waruga atau Tiwukar dapat diartikan sebagai tempat jiwa membenih. Di waruga atau tiwukar, wadah yang menampung jiwa kembali terurai untuk mensucikan jiwa sebagaimana hakikatnya semula :  Kiit Ta Waya Katuun, Ya Reregesan Ke Karu.

 

Rumah adalah tempat dimana si ina wo si ama wo si rinte talus repet.

Sebuah tulisan naratif yang bermula dari rumah adalah penanda dalam membangun ruang hidup dan membangun ruang hidup adalah perwujudan  dari karunia yang diberikan oleh Sang Pencipta kepada manusia untuk mengelola berkat yang telah dilimpahkan sejak dunia dijadikan yaitu tanah. Dalam ungkapan leluhur, Tanah disebut Toure.

Toure adalah paduan dari dua kata yang berasal dari “Bahasa Tana” yaitu kata “To” dan “Ure”. Kata “To” berarti “Manusia” dan kata “Ure” berarti “Lama”. Jadi, “Toure” secara harafiah berarti “Manusia Lama” yakni “Manusia yang telah ada sebelumnya” atau “Manusia yang  mula-mula”.

Gambaran tanah yang diibaratkan sebagai manusia ini bermakna bahwa antara manusia dan tanah terjalin hubungan yang sangat mendalam yang dapat dibandingkan dengan hubungan persaudaraan.

Terjalinnya hubungan yang mendalam antara manusia dengan tanah ini merefleksikan terjadinya proses penyatuan antara sang maha pencipta dengan ciptaannya.

Tanah adalah saudara tua dari umat manusia. Dari tanah, manusia diciptakan. Tanah adalah wadah bagi kita untuk menjadi manusia. Dan manusia yang menjadi adalah manusia yang berdaya cipta.

Rumah adalah buah dari daya cipta. Daya cipta adalah daya ilahi. Daya dari hidup. Membangun Rumah berarti Membangun Daya Hidup dan membangun daya hidup adalah hakikat kebudayaan.

Rumah bagi orang minahasa adalah penanda kebudayaan yang sangat berarti. Dalam sebuah rumah akan kita temukan “Tino’ora” yaitu tiang utama yang menjadi penopang kehidupan dan “Kure” yaitu wadah utama tempat hidup bermula.

Dari kisah tentang “Tinoora” dan “Kure” ini akan kita dapati gambaran tentang siklus kehidupan dan kisah asal usul leluhur orang minahasa yang dikenal sebagai Karema, Lumimuut, Toar dan turunan mereka Se Makarua Siou, Se Makatelu Pitu serta Se Pasiouan Telu.

 

*Budaywan Minahasa, Dosen Fakultas Sastra Unsrat, Pegiat Mawale Cultural Center



Sponsors

Sponsors