GPS Komit Kawal Pemberhentian Kojongian, BK: Kami Sudah Laksanakan Tugas Sesuai Peraturan


Manado, MX

Komitmen untuk mengawal pemberhentian James Arthur Kojongian dari jabatannya sebagai Wakil Ketua dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara (Sulut), kembali ditunjuk Gerakan Perempuan Sulut (GPS) Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.

Sikap tegas DPRD Sulut atas rekomendasi Badan Kehormatan (BK) terkait pemberhentian Kojongian sebagai Wakil Ketua dan anggota DPRD Sulut karena terbukti melanggar sumpah dan janji sebagai wakil rakyat, tidak bisa diganggu gugat karena bersifat mengikat dan dilindungi undang-undang (UU). 

Penegasan itu disampaikan juru bicara GPS, Pdt. Ruth Ketsia Wangkai, Senin (3/5), di kantor DPRD Sulut. Ia mengatakan, konsekuensi dari itu adalah yang bersangkutan sudah tidak lagi mendapatkan hak-haknya, baik secara finansial maupun fasilitas-fasilitas lainnya yang melekat pada jabatan tersebut. Menurutnya, keputusan yang disahkan dalam sidang paripurna DPRD Sulut ini telah ditindaklanjuti dengan mengirimkan surat pengajuan pemberhentian tersebut ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Gubernur Sulut, yang diterima tertanggal 8 Maret 2021.

"Untuk itu, GPS menegaskan kembali, mendukung penuh sikap DPRD Sulut untuk tetap konsisten pada keputusan sidang paripurna DPRD Provinsi Sulut tanggal 16 Februari 2021, yang secara tegas memberhentikan Saudara James Arthur Kojongian sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulut dan pemberhentiannya sebagai anggota DPRD Provinsi Sulut melalui mekanisme yang berlaku," kata Ruth.

Dikatakannya, GPS mendukung penuh sikap Gubernur Sulut untuk tetap konsisten menjalankan keputusan dimaksud, sebagai bentuk tanggung jawab negara memberikan perlindungan terhadap rakyatnya dari kekerasan, terutama kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

"GPS juga mendesak Kemendagri untuk segera mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pengesahan pemberhentian Kojongian dari jabatannya, sesuai dengan surat yang disampaikan oleh DPRD Sulut melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah," ujar Ruth.

Menurutnya, hal ini adalah wujud kewajiban dan tanggung jawab negara menciptakan lingkungan pemerintahan dan sosial yang bebas dari pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta untuk mengimplementasikan surat

edaran Kemendagri yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati, Wali Kota di seluruh Indonesia, yang diterbitkan tertanggal 28 Januari 2020, agar memprioritaskan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Kami meminta kepada DPD I Partai Golkar Sulut dan DPP Partai Golkar untuk taat pada perintah UU dan juga pada kebijakan internal Partai Golkar, untuk mengambil bagian dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak," tutur Ruth.

Sementara itu, Ketua BK DPRD Sulut, Sandra Rondonuwu menyampaikan, kehadiran GPS mempertanyakan tentang salah satu keputusan dari BK DPRD Sulut yang sudah diparipurnakan melalui sidang paripurna DPRD Sulut, soal memberhentikan Konjongian sebagai pimpinan DPRD Sulut dan pemberhentian sebagai anggota DPRD, itu diserahkan kepada partai yang bersangkutan yakni Partai Golkar.

"Setelah semua itu sudah dilakukan, kami BK sebagaimana dengan PP (peraturan pemerintah) Nomor 12 tahun 2018, telah melaksanakan tugas sebagaimana dalam pasal 56 bahwa BK menjaga kehormatan, moral, martabat dan etika dari pimpinan dan anggota DPRD. Itu sudah kami lakukan ketika ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Kojongian, di mana kami sudah melakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018," kata Rondonuwu.

Ia juga mengatakan, setelah sudah ada keputusan paripurna, hasilnya sudah dikirimkan kepada Gubernur kemudian dikirim ke Kemendagri. Lalu dari Kemendagri mengirimkan surat kembali. 

"Surat yang pertama tertanggal 16 Maret. Jadi setelah semua mekanisme telah dilakukan oleh BK, kemudian disampaikan ke sidang paripurna dan diambil keputusannya dalam sidang

kemudian disampaikan kepada pemerintah provinsi, kemudian Gubernur sudah sampaikan kepada Kemendagri. Kemendagri membalas surat tersebut tertanggal 16 Maret 2021, yang mempertanyakan mekanisme yang ditempuh oleh BK," kata srikandi PDIP ini.

Ia menjelaskan, dalam mekanisme itu juga membuat surat untuk menjawab apa yang dimintakan oleh Kemendagri.

"Kami sudah mengirimkan itu lalu kemudian dibalas dengan surat tanggal 14 April 2021, meminta supaya gaji Kojongian dibayar. Kalau soal itu ditanyakan ke Sekertariat DPRD Sulut, dengan Ibu Sekwan dan Kabag Keuangan," tutur Rondonuwu.

"Lalu setelah saya tau surat bahwa surat permintaan dari Kemendagri tetang pembayaran gaji JAK dijawab oleh DPRD Sulut kepada Kemendagri, kemudian diturunkan lagi surat tanggal 23 April tentang tata beracara yang dilakukan oleh BK," sambungnya.

Menurutnya, tata beracara itu sudah diatur dalam kode etik. Kalau kemudian dimintakan tata beracara itu, baginya secara pribadi atau dari BK DPRD Sulut berpikir itu tidak masalah, karena hanya masalah teknis tapi tidak mengurangi subtansi. 

"Kalau diminta itu, kami dari BK siap melakukan dan seperti yang kita tau, kasus ini terjadi di ruang publik maka nanti dalam tata beracara kami siap laksanakan secara terbuka dengan memanggil semua pihak yang terlibat, itu yang kami usulkan," ungkapnya.

"Kalau memang tata beracara dianggap sebagai sebuah keberatan yang tidak dilaksanakan, padahal kami sudah melaksanakan sesuai dengan PP 12 tahun 2018, maka saya mengusulkan supaya itu dilakukan dan kami BK akan melakukan secara terbuka untuk melakukan tata beracara kepada Kojongian dengan menghadirkan saksi-saksi atau siapa saja yang terlibat dalam masalah tersebut," tandasnya. (Eka Egeten)



Sponsors

Sponsors