Wurangian Minta Pemerintah Perhatikan Nasib Peternak Hewan Babi


Manado, MX
Keluh peternak hewan babi di Bumi Nyiur Melambai disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD Sulawesi Utara (Sulut). Beragam persoalan peternak babi, mulai dari kurangnya perlindungan hingga ancaman virus, mengemuka. Pemerintah diminta untuk memberikan perhatian terhadap hal tersebut.
 
Desakan itu disampaikan anggota DPRD Sulut Cindy Wurangian. Dirinya menyampaikan, salah satu kekuatan ekonomi kerakyatan Sulut yakni peternakan hewan babi. Ini beberapa kali terangkat di pembahasan. Termasuk dalam Perda (Peraturan Daerah) Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) beberapa hari lalu, dan atas persetujuan Sekretaris Provinsi (Sekprov), yang dihadiri Gubernur dan Wakil Gubernur.
 
"Akhirnya poin tentang peternakan hewan babi, termasuk waktu itu juga hewan burung walet dan bibit porang, bisa masuk dalam poin-poin yang akan jadi perhatian dari Pemprov (Pemerintah Provinsi) Sulut untuk masa kerja sampai dengan 2026," kata Wurangian, saat Rapat Lanjutan Banggar DPRD Sulut Pembahas KUA PPAS APBD Provinsi Sulut Tahun Anggaran 2022 bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Provinsi Sulut, Kamis (14/10), di ruang paripurna DPRD Sulut.
 
Srikandi Partai Golkar ini menuturkan, setelah pembahasan RPJMD, masuk APBD-P, tidak banyak yang bisa dilakukan terkait isu-isu tersebut karena pada APBD-P 2021 anggarannya masih terbatas dan waktunya sangat singkat. 
 
"Dalam pembahasan APBD 2022, saya rasa ini waktu yang sangat tepat untuk diingat kembali tentang peternakan babi di Sulut yang merupakan sentra peternakan babi di Indonesia. Sampai pemerintah pusat pun lewat Kementerian Pertanian sudah beberapa kali memperingatkan agar sosialisasi kepada peternak dan advokasi pemerintah Sulut serta pemerintah kabupaten kota, yang di dalamnya tentang hal-hal yang sedang hot di bidang peternakan hewan babi," tutur Wurangian.
 
Dikatakannya, isu tentang hog kolera (kolera babi) ini adalah Classical Swine Fever (CSF), ada Surat Keputusan (SK) dari Menteri Pertanian yang sudah sejak pada tahun 1990-an menetapkan Sulut dan beberapa provinsi di Indonesia terkontaminasi virus.
 
"Berselang beberapa tahun kemudian, semenjak tahun 1990, SK ini diterbitkan sampai hari ini tahun 2021 SK tersebut belum dicabut. Ini menjadi suatu penghalang peternakan babi yang ada di Sulut," tuturnya.
 
Lebih lanjut, belum selesai dengan CSF, akhir-akhir ini marak lagi dengan virus African Swine Fever (ASF), virus flu babi Afrika. 
 
"ASF ini per beberapa bulan lalu kami mengadakan rapat dengan Balai Karantina, mendapatkan informasi bahwa di seluruh Indonesia sudah hampir 20 provinsi yang terkontaminasi virus ASF. Virus ini kepada hewan babi sangat lebih berbahaya daripada virus Covid-19 kepada manusia," katanya.
 
"Kalau Covid-19 kepada manusia angka kematian tidak sampai 100 persen. Tapi ASF ini kepada hewan babi angka kematiannya bisa mencapai 100 persen. Dan ini sudah terjadi hampir di 20 provinsi," sambungnya.
 
Dari Kementerian Pertanian sudah berulang-ulang mengingatkan agar kita terus bersosialisasi kepada seluruh peternak dan juga kepada pemerintah untuk memberikan perhatian yang benar-benar, khusus pada ancaman virus ASF ini. Karena ketika virus ini masuk, populasi ternak babi kita bisa punah 100 persen dan kita tidak lagi makan daging babi. 
 
Ia menambahkan, ASF menular dari berbagai macam cara. Apakah itu dari orang luar yang datang ke kandang, melalui kendaraan, peralatan dan sebagainya. Hal tersebut harus disosialisasikan secara intensif oleh Balai Karantina.
 
"Tetapi saya yang bermitra dengan Dinas Pertanian dan Peternakan, saya melihat ada kegiatan itu, tapi belum sebagaimana diharapkan. Mungkin karena belum ditunjang dengan anggaran," ungkapnya.
 
Dirinya pun mengusulkan, pemerintah tidak hanya memberikan anggaran tetapi berlakukan reward dan punisment.
 
"Karena untuk CSF sudah sejak pertama kali saya menjadi anggota dewan dan sudah beberapa kali menerima demo dari peternak babi. Sampai dengan sekarang, masalah ini tidak terselesaikan. Mungkin ada anggaran yang sudah disiapkan, saya tidak tahu anggaran itu diapakan," tandasnya.
 
Menanggapi hal tersebut, Ketua TAPD Provinsi Sulut, Edwin Silangen mengatakan terimakasih telah menyampaikan aspirasi komponen masyarakat, termasuk apa yang dilakukan pada saat pertemuan dengan OPD. Mulai dari peternak babi, sampai bibit porang. 
 
"Ini akan disampaikan kepada kepala dinas. Mohon ini menjadi perhatian dan evaluasi kinerja dinas. Apalagi kepada dinas peternakan dan untuk ternak babi lebih mudah," kata Silangen.
 
Menurutnya, kolera dan flu Afrika menjadi masalah di Sulut. Penting bagaimana pemerintah memproteksi peternak babi di Sulut.
 
"Kemarin kita dari Papua, masuk ternak babi di Papua musti ada spesial rekomendasi dari gubernur. Dia memproteksi betul itu Papua. Nanti Ibu Cindy elaborasi lagi, bisa kirim, mudah-mudahan ada jawaban yang sama," tuturnya.
 
Ditambahkannya, di hearing anggota DPRD Sulut mungkin ada semacam proyeksi, misalnya kuantitatif yang kena virus ini, sampai sejauh mana mengeliminasi virus ini. 
 
"Kalau masih sama berarti kinerjanya perlu dievaluasi. Kita sangat setuju itu karena sebagian besar masyarakat, walaupun dia hanya memelihara satu atau dua ekor babi hidup dengan ternak ini. Termasuk saya dengan ketua ini (Ketua DPRD Sulut, red). Saya dan ketua bisa sekolah karena orang tua kami ternak babi," tandasnya. (Eka Egeten)
 



Sponsors

Sponsors