Sarasehan Pendidikan Adat, Wajong: Pendidikan Adat Perisai Membendung Serangan Globalisasi


Sentani, MX
Mengusung tema "Pendidikan Adat: Menemukan akar, Memastikan Masa Depan Masyarakat Adat Berdaulat Mandiri dan Martabat," Sarasehan Pendidikan Adat dalam rangka Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI digelar, di Kampung Hobong, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, Rabu (26/10). 
 
Beragam tantangan yang dihadapi para pemuda adat di Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN), dikupas dalam sarasehan tersebut. Josua Wajong, salah satu penggerak Sekolah Adat Tou Muung Wuaya di Tomohon, mengatakan semangat yang mendorong lahirnya sekolah adat di wilayah Sulawesi Utara yakni kondisi generasi muda yang semakin jauh dari ingatan, tradisi dan pengetahuan para leluhur. 
 
"Situasi itu membuat generasi hari ini seperti kehilangan identitas, tak punya pegangan dan kekuatan untuk menghadapi gempuran globalisasi, investasi di wilayah adat Tomohon. Tomohon kota kecil, sementara wilayah hutan terus hilang diiringi kerusakan lingkungan. Atas nama investasi, pembangunan properti dan pariwisata, perusakan lingkungan kian brutal," katanya.
 
Ditambahkannya, belajar dari para leluhur Minahasa, bisa tetap menghadapi gempuran globalisasi karena tetap setia berpegang pada "Nuwu I Tua" (Etika, Moral, Adat, Way of Life) dan "Kanaraman" (patokan-patokan hidup).
 
"Mereka bisa bersikap tegas terhadap siapapun, menentukan sendiri hidup dan keberlangsungan hidup serta tanah mereka karena tetap setia dengan warisan pengetahuan leluhur sebelumnya. Di sini muncul kesadaran, betapa penting menemukan kembali, mengangkat, memperkuat, serta mewariskan nilai-nilai pengetahuan leluhur Minahasa yang menghidupkan kepada generasi hari ini dan seterusnya," ujarnya. 
 
Diceritakannya, proses awal pendirian sekolah adat mereka memang tidak begitu sulit, sebab rata-rata inisiator juga merupakan inisiator dan penggerak sekolah adat lain yang telah ada di Minahasa, Sekolah Adat Waraney Wuaya, Sekolah Adat Koha, Sekolah Adat Pawowasan Toudano, Sekolah Adat Kumatau.
 
"Komunikasi dengan sejumlah tetua dan penggerak komunitas adat di Tomohon pun langsung dilakukan. Bersyukur, dukungan kuat mengalir deras. Walau tak sedikit tantangan yang dihadapi. Terutama persoalan stigma, pelekatan negatif terhadap gerakan budaya. Tapi kesadaran mendorong kami untuk berani dan tetap bersemangat," tandasnya. (Eka Egeten)