Foto: Pimpinan Bawaslu Sulut Steffen Linu, SS, MAP saat membawakan materi dalam diskusi dengan penulus Mapatik dan Kelung.ID di Kobong Om Tani Langowan.
Dua Hari Bawaslu Bersama Mapatik dan Kelung.ID Diskusikan Pengawasan Partisipatif
Tondano, MX
Badan pengawasan Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) berkolaborasi dengan Mapatik dan Kelung.ID, diskusikan soal pengawasan partisipatif.
Ruang diskusi tentang pengawasan partisipatif ini berlangsung di Kobong Om Tani Langowan, Desa Walewangko, Kabupaten Minahasa, Jumat (7/9/2024) kemarin.
Kegiatan tersebut, Bawaslu menggandeng Mapatik dan Kelung.ID melakukan diskusi terkait pengawasan partisipatif. Sebab, perkumpulan ini merupakan salah satu komunitas penulis yang ada di Sulut, beralamat di Kelurahan Kaaten Tomohon.
Kegiatan diskusi di Kobong Om Tani Langowan ini bergulir selama dua hari, dan menampilkan narasumber (narsum), Komisioner Bawaslu Sulut Donny Rumagit, STP, SH dan Steffen Stefanus Linu, SS, MAP. Selain itu, narsum lainnya adalah Ketua Bawaslu Kabupaten Minahasa Lord Arthur Malonda, S.Pd, serta Ketua Bawaslu kota Tomohon Stenly Jerry Kowaas, SH.
Kemudian ada Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulut Pengasihan Amisan, S.IP, dan Ketua Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT) Dr. Denny Pinontoan, M.Teol juga sebagai narsum dari kegiatan tersebut.
Diskusi yang berlangsung selama dua hari itu, membicarakan tentang pengawasan partsipatif yang bertujuan bagaimana komunitas penulis Mapatik dan Kelung.ID ini mempublikasikan kepada masyarakat, sekaligus memberitahukan langsung kepada warga disekitar kita dengan kata lain bersosialisasi.
Menurut Director Mapatik Rikson Karundeng, aktivitas khusus menulis di Mapatik wajib melakukan itu, mengingat aktivitas literasi perlu menjaga kewarasan, dan daya kritis terhadap sesuatu. Kalau mampu kemudian memelihara daya kritis tersebut, bisa menjadi corong serta mengedukasi masyarakat.
"Tema diskusi pengawasan partisipatif yang dipilih, ketika teman-teman Mapatik berdiskusi sejak dua bulan yang lalu. Kira-kira sebagai bagian masyarakat Indonesia yang ada di Sulut, apa kontribusi yang akan kita lakukan di moment ini, karena sekarang kita diperhadapakan dengan Pilkada serentak. Oleh karena itu, teman-teman sepakat bagaimana komuntasi ini bisa terlibat dalam pengawasan partisipatif," kata Karundeng.
Dari kesepakatan anak-anak Mapatik ini, lanjut dijelaskan Karundeng, harus diadakan diskusi tentang pengawasan partispatif. Bukan hanya komunitas, tapi melibatkan para pimpinan-pimpinan Bawaslu, baik yang ada di Sulut maupun Kabupaten dan Kota.
"Dengan kita berdiskusi terkait pengawasan partsipatif, justru dapat membantu kerja dari lembaga penyelenggara Pemilu, dalam hal ini Bawaslu," sebutnya.
Sementara narsum dihari pertama Donny Rumagit, menyampaikan bahwa peran media itu sangat penting untuk menyebarkan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat.
"Diskusi tentang pengawasan partisipatif ini, yang saya tau hasil inisiatif dari teman-teman Mapatik dan Kelung.ID. Disamping komunitas ini bisa berkontribusi mempublikasikan partisipatif masyarakat, juga dapat mengawasi jalannya Pemilihan Kepala Daerah, baik pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota, bahkan Bupati dan Wakil Bupati," kata pimpinan Bawaslu Sulut yang juga Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa ini.
Dihari kedua, narsum dari Bawaslu Sulut Steffen Linu, menjelaskan pemilih di Indonesia mempunyai hak yang sama, seperti kalau di Tempat Pemungutan Suara (TPS) diperlakukan tidak berbeda-beda. Hanya saja, pemilih Disabilitas diperlakukan khusus.
Selain persoalan hak pemilih, kata Steven, secara prinsip di lembaga kami seperti petugas Bawaslu yang tersebar di setiap Kabupaten, Kecamatan dan Desa tidak sebanding dengan jumlah penduduk. Sebab, kami di Provinsi hanya 3 pimpinan, bagaimana mengawasi tahapan Pilkada di 15 Kabupaten dan Kota yang ada di Sulawesi Utara.
Maka dari itu, untuk membantu tugas kami dibentuklah badan pengawasan di Kabupaten dan kota sampai kecamatan, bahkan Desa serta Kelurahan.
"Kalau berbicara tugas dan wewenang kami, jika diukur dengan out put bisa saja pengawasan tidak maksimal dalam konteks bagaimana kita mengcover itu semua. Sehingga upaya kami itu, dengan cara melakukan sosialisasi pengawasan partsipatif kepada masyarakat, maka dilibatkan komunitas-komunitas seperti Mapatik dan Kelung.ID," kata koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas ini.
Mengacu dalam kolaborasi tersebut, lanjut disampaikan Steven, kita bisa sharing informasi terkait apa itu pemilihan dan pemilu kepada masyarakat.
"Kerja kolaborasi dari partisipatif lewat jalur pengawasan ini, kemudian semakin berkembang. Kalau dahulu masih lewat mahasiswa, tapi sekarang sudah lebih luas cakupannya karena bisa melalui masyarakat umum dan komunitas-komunitas, termasuk komunitas penulis Mapatik dan Kelung.ID yang didalamnya ada teman-teman wartawan untuk ikut serta melakukan pengawasan setiap tahapan di Pilkada atau pemilihan serentak," ujarnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, kita sesuaikan agar pengawasan partisipatif bisa jalan.
"Lewat penulis Mapatik yang sebagian besar komunitas ini adalah wartawan, dapat mengedukasikan tentang bagaimana itu partiisipatif masyarakat dan pengawasan partisipatif," kata mantan pegiat seni ini.
Konsep pengawasan partisipatif ini, menurut Steven, sebenarnya yang kita bangun dalam artian ada kesadaran kolektif untuk masuk kedalam, kemudian kita kolaborasikan. Sebenarnya itu bentuk awal dari kerja-kerja Bawaslu. Sebab, penekanannya pada pencegahan.
"Partsipatif itu, ketika masuk pada tahapan, sifatnya masih mencegah. Namun, ketika dia masuk dalam pelaksanaan, itu sudah masuk dalam konsep pengawasan. Artinya, mengawasi pelaksanaan pemilihan," kata pimpinan Bawaslu Sulut ini.
Kerja Bawaslu itu, kata Steven, berpatokan pada peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait program serta tahapan. Nah itu, yang kami awasi. Misalnya, sekarang ini sedang berlangsung tahapan penyusunan data dan daftar pemiliu, karena pada beberapa waktu lalu sudah ada penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS) di provinsi, dan saat ini pelaksanaan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP).
"Konteks pengawasan kita akan mengacu disitu. Disisi lain sedang berlangsung tahapan pencalonan, dan relevansinya yang kami awasi sesuai dengan tahapan tersebut. Nah, ini akan berkaitan dengan produk-produk pencegahan yang kita keluarkan, sehingga dia konsektual. Misalnya sekarang ini, lagi mengawas tahapan DPS pascah penetapan DPS. Dimana yang kita produk itu tentang DPS. Dan saat ini adalah mitigasi atau kerawanan pascah penetapan DPS, karena kerawanan-kerawanan itu yang kita sampaikan kepada masyarakat," bebernya.
Kemudian ada regulasi yang mengatur terkait tahapan pengawasan, dan secara prinsip KPU itu menyelenggarakan, kita yang awasi. Biasanya yang menjadi masalah pada waktu lalu perdebatan antara Bawaslu dengan KPU terdapat pada Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Pembicaraan Sidalih yang katanya tidak bisa dibuka, bahkan data Bawaslu lain dengan KPU.
"Dengan adanya perbedaan data saat pleno DPS antara Bawaslu dengan KPU sehingga saling gontok-gontokan. Dari situ, kita mufakat mencari solusi yang terbaik, misalnya satu warga punya hak pilih tapi namanya ada di dua wilayah berbeda. Nah, yang kita gunakan prinsip pemutakhiran, yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang terbaru dari pemilih. Misalnya, KTP pemilih di tahun 2023 data dari KPU dan KTP bersangkutan yang didapat Bawaslu di tahun 2024. Nah, data itu yang kita digunakan serta data Sidalih dirubah," kata Steven, seraya mengatakan baru di Sulut kerja Bawaslu dan KPU tentang pemilih ganda itu bisa terpecahkan.
Sebenarnya, antara Bawaslu dengan KPU tugasnya sama-sama sebagai penyelenggara. Artinya, satu rumah tapi beda kamar, dan kalau satu rumah, tidak mungkin tak berbicara satu sama lain, pasti suatu saat akan bertemu di ruang televisi atau tempat makan.
"Dengan dipertemukan diruang televisi atau tempat makan, otomatis kita akan bercerita atau berkoordinasi satu sama lain. Sehabis itu, kalau saat keluar rumah masalahnya selesai," tandasnya. (Erwien Bojoh)