Pemdes Kotsel Diduga ‘Nyanda Beres’, Inspektorat Boltim Diminta Bertindak


“Kalakuang” Pemerintah Desa (Pemdes) Kotabunan Selatan (Kotsel), Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) yang dipimpin Penjabat Sementara (Pjs) Sangadi (Kepala Desa,red), Yuliana Potabuga, diduga “nyanda beres” dalam pengelolaan berbagai program desa.

Inspektorat Daerah Boltim pun diminta turun tangan untuk mengusut sejumlah persoalan. Mulai dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang belum tersalurkan sepenuhnya kepada masyarakat yang berhak menerima, proyek paving blok di area jalan pemakaman yang hingga kini belum terealisasi, hingga program pertanian yang gagal direalisasikan, termasuk distribusi benih, alat pertanian, serta biaya operasional lainnya yang tidak terlaksana.

Selain itu, terdapat pula dugaan terkait program bantuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) yang justru dibuatkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) oleh desa.

Hal tersebut diungkap salah satu warga Kotsel, Emat Ambarak, dalam wawancara dengan jurnalis ManadoXpress pada Kamis (30/1/2025).

“Saya berharap Inspektorat Bolaang Mongondow Timur untuk datang langsung mencari tahu informasi atau mengecek langsung di lapangan, khususnya di Pemerintah Desa Kotabunan Selatan,” pinta Ambarak.

Diberitahukan pemuda Kotsel ini, terkait persoalan BLT, berdasarkan pengecekan yang dilakukan beberapa bulan lalu, diketahui bahwa anggaran BLT telah  dicairkan sejak Oktober 2024 dengan pencairan berikutnya pada November dan Desember. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih ada warga yang belum menerima hak mereka.

“Ketika saya cek ternyata ada sekitaran 13 orang tidak menerima BLT, padahal anggarannya sudah dicairkan. Saya konfirmasi ke Sangadi, ia tidak ada di kantor. Tanya ke Sekdes, ia mengatakan tanya ke Sangadi. Akhirnya ini jadi bola muntah Pemerintah Desa Kotabunan Selatan,” ujarnya.

Kata Ambarak, ia terus menuntut kejelasan, dan minggu ini BLT sudah mulai dicairkan. Namun, masih ada beberapa orang yang belum menerima, padahal anggarannya sudah dicairkan.

“Setahu saya, anggaran tersebut memang sudah dicairkan, dan saya sendiri sudah menanyakannya langsung ke Badan Keuangan Daerah Bolaang Mongondow Timur,” ungkapnya.

Ada juga program yang menurutnya keliru. Anggarannya sudah ada, tetapi programnya justru tidak terlaksana. Contohnya di sektor pertanian, seperti ketahanan pangan yang mencakup pupuk dan bibit, namun hingga kini belum terealisasi kepada masyarakat. 

Emat juga mengungkapkan, masih banyak program yang belum terealisasi. Salah satunya adalah proyek paving jalan menuju pemakaman Kotabunan Selatan yang sebelumnya telah dibahas.

Selain itu, ia juga menyoroti program bantuan dari Pemprov Sulut yang dibuatkan SPJ oleh desa, padahal bantuan UMKM tersebut berasal dari Pemprov.

“Hingga kini, program-program tersebut belum dikerjakan, dan tidak jelas apakah anggarannya sudah dicairkan atau belum. Sampai sekarang, ini menjadi misteri di Kotabunan Selatan,” terangnya.

Menanggapi berbagai problem tersebut, Pjs Sangadi Kotsel, Yuliana Potabuga, mengatakan bahwa terdapat 16 orang yang sebelumnya belum menerima BLT. Namun, ditegaskan seluruh pembayaran telah diselesaikan.

“Sudah dibayarkan semuanya pada minggu lalu. Semua telah diselesaikan dan dalam kondisi aman,” tutur Potabuga, Jumat (31/1/2025).

Terkait pekerjaan paving blok, dijelaskan bahwa saat itu proyek telah dimulai dengan adanya panjar, namun yang terealisasi baru pekerjaan paving itu sendiri.

Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sebagaimana disampaikan oleh Sangadi, meminta agar proyek tersebut diselesaikan pada Desember. Namun, akibat permasalahan pajak kompleks, di mana masyarakat belum membayarkan pajak sebesar 34 juta rupiah, Potabuga harus menutup jumlah tersebut terlebih dahulu. Akibatnya, sisa dana sekitar 20 juta yang masih tersedia tidak dapat dicairkan.

“Jadi depe sisa yang kita ada SPJ-kan itu baru depe paving. Depe bahan-bahan laeng, termasuk depe pekerjaan bas dan lain-lain itu kita nyanda SPJ-kan. Kita pe maksudkan di silpa, kalo depe penetapan APBDes 2025 cepat, silpa boleh mo proses karena itukan kegiatan tahun kemarin. Jadi so kurang depe pekerjaan bas itu yang dilaksanakan. Jadi kalo untuk paving memang nyanda samua belum terealisasi. Jadi silpa anggaran di 2025 itu,” jelas Sangadi.

Kemudian, terkait persoalan SPJ, Sangadi Nana menjelaskan bahwa memang ada SPJ dari desa karena bantuan tersebut diberikan kepada penerima yang sama. Oleh karena itu, katanya, mereka mengajukan bantuan dari desa terlebih dahulu dengan menggunakan nama penerima yang tercantum dalam proposal. Namun, belakangan ternyata bantuan dari Pemprov juga turun dengan nama penerima yang sama.

“Io, jadi memang ada SPJ torang dari desa, dengan bantuan yang sama, dengan penerima yang sama. Waktu ba tunggu-tunggu dari provinsi, torang so ba kase maso berkas, dorang bilang bekeng kegiatan pelatihan. Kan belum to, jadi torang ada kase maso yang di desa punya. Kase maso di desa dorang pe nama di proposal, ternyata nanti ka balakang kong ada turun itu bantuan di provinsi dengan nama yang sama,” paparnya.

“Sangadi akan bertanggung jawab sepenuhnya untuk anggaran 2024, dan terima kasih kepada semua pihak yang sudah turut memperhatikan kondisi di desa,” tandasnya. (Gazali Ligawa)