Terkait Pengrusakan Situs, AMAN Desak Pemkab Mitra Bentuk Perda


Manado, MX

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sulawesi Utara (Sulut) mengecam keras aksi vandalisme terhadap situs yang viral di media sosial. AMAN Sulut pun mendesak pemerintah daerah setempat agar segera mengambil tindakan. Hal ini ditegaskan Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Sulut, Kharisma Kurama, Jumat (18/7). 

Kata dia, Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM). Mengatur tentang hak adat yang perlu dijunjung tinggi dalam lingkungan masyarakat beradat. Itu harus dihormati, bahkan dilindungi dalam kerangka perlindungan dan penegakkan HAM.

"Artinya, perusakan terhadap situs di Ranoketan Atas jelas merupakan tindakan yang melanggar hak asasi manusia," tegas Kurama.

Atas dasar pelanggaran hukum dan HAM yang terjadi, sejumlah tuntutan pun dikeluarin AMAN Wilayah Sulut. Tuntutan pertama ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Minahasa Tenggara (Mitra). Hal dimaksudkan, yaitu membuat produk hukum berupa peraturan daerah (Perda) pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat.

"Kami minta, Pemerintah bersama DPRD Kabupaten Minahasa Tenggara segera membentuk produk hukum daerah yang mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Hal ini guna mencegah peristiwa serupa terjadi masa mendatang," ungkap Kurama.

Tuntutan kedua, menghentikan seluruh aktivitas yang merusak situs dan mengancam eksistensi masyarakat adat di kabupaten Mitra. Tuntutan ketiga, aparat penegak hukum di Mitra untuk segera melakukan penegakkan hukum terhadap pelaku perusakan situs di Ranoketang Atas.

"Keempat, kepada pihak yang bertanggung jawab, kami tegaskan untuk segera melakukan pemulihan dan restorasi terhadap situs adat yang telah dirusak. Baik secara fisik maupun spiritual," serunya.

Tuntutan kelima, adanya partisipasi penuh dan bermakna dari masyarakat adat dalam setiap proses pengambilan keputusan pemerintah yang berkaitan dengan wilayah atau situs budaya. Sesuai prinsip Free, Prior, and Informed Consent atau persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan tanpa paksaan.

"Peristiwa ini menjadi pengingat bagi semua pihak akan pentingnya penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat, termasuk warisan budaya. Tanpa tindakan tegas dan komitmen nyata dari semua pihak terutama pemerintah, situs-situs adat yang menjadi jantung peradaban akan terus terancam punah," tandasnya. (hendra mokorowu/*) 



Sponsors

Sponsors