Tahuna, ME

Minyak Tanah jadi barang langka di kawasan perbatasan. Di pulau terluar Sulut semisal di Desa Para Kecamatan Tatoareng, Minyak Tanah bahkan tak bisa ditemui.

Alhasil, masyarakat nelayan terancam jadi pengangguran. Perahu motor tempel yang sehari-harinya dipergunakan melaut kini harus diparkir lantaran sulitnya mencari Minyak Tanah.

Efendy Barauntu, Sekretaris Desa Para yang juga berprofesi sebagai nelayan mengaku sudah beberapa hari tak melaut. “Saya dan tidak bisa menangkap ikan. Bahan bakar untuk pajeko (perahu motor tempel, red) tidak ada. Susah cari Minyak Tanah,” aku Efendy.

Tak hanya dirinya, sebagian besar nelayan Desa Para juga merasakan persoalan yang sama. “Sekitar 60 unit perahu yang memakai bahan bakar minyak tanah tidak bisa beroperasi. Ini saat saat yang sangat sulit bagi kami,” timpal Efendy lagi.

Menurut Efendy, pemerintah desa dan kecamatan telah menyurati Pemerintah Kabupaten Sangihe untuk meminta tambahan jatah pasokan minyak tanah bagi Desa Para. “Ini sudah mendesak. Jika kami tetap tak mendapat pasokan minyak tanah, banyak nelayan yang akan gulung tikar. Bagaimana kami akan membiayai hidup jika tidak bisa melaut?” Ia pun berharap Pemkab dapat memfasilitasi penambahan jatah minyak tanah bagi Desa Para.

Sayangnya, harapan para nelayan desa Para, Tatoareng, sulit dipenuhi. Pasalnya, menurut Kepala Bagian Ekonomi Sekretariat Daerah Sangihe, Drs Djon Damalang, penyaluran jatah minyak tanah bersubsidi di wilayah Kepulauan Sangihe, hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan penerangan dan kebutuhan sehari-hari didapur. “Tidak ada jatah-jatahan minyak tanah bersubsidi bagi para nelayan, karena minyak tanah memang hanya dikhususkan lampu penerangan atau bahan bakar memasak,” ujar Damalang. (rindu makikui)

Foto: Akibat kesulitan mendapatkan minyak tanah, para nelayan di Tatoareng Sangihe tak bisa melaut. Nelayan setempat memang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar perahu penangkap ikan. (ist)