Menkumham Bebaskan 30 Ribu Napi, Josh: Ganti Yasonna


Manado, MX

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Republik Indonesia, Yasonna Laoly  memutuskan untuk membebaskan 30 ribu lebih narapidana (Napi) dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Itu dalam rangka pencegahan Covid-19. Namun, langkah itu menuai protes dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Josh Tarore, aktivis Demokrasi Indonesia, Sulawesi Utara (Sulut).

Josh mempertanyakan maksud Menkum yang akan membebaskan para narapidana, termasuk narapidana kategori extra ordinary crime seperti koruptor, teroris dan tindak pidana narkoba.

"Saya begitu heran, kira-kira apa dasar Menkumham Yasonna Laoly untuk mengusulkan pembebasan puluhan ribu napi dengan alasan Covid-19, termasuk napi koruptor. Jika punya data, tunjukkan data itu dan di Lapas mana yang sudah ada positif Covid-19? Kalau tidak ada maka bisa dicurigai ada kongkalikong,” jelas Josh yang juga Ketua GMKI Cabang Tomohon, saat diwawancarai, Minggu (05/4).

Menurutnya, Presiden RI Joko Widodo harus mengevaluasi menterinya. "Jangan sampai di masa pandemik Covid-19 ini, ada yang coba bermain dan mencari keuntungan," tegasnya.

Ia juga menegaskan, masyarakat dan pemerintah sementara berkonsentrasi mengatasi pokok permasalahan yaitu memberantas virus corona, jadi jangan membuat persoalan baru. 

“Jangan membuat konsentrasi masyarakat yang fokus pada pencegahan virus corona terpecah karena kebijakan ini. Fokuslah untuk pencegahan virus corona yang terjadi di daerah-daerah. Bagusnya bahas saja mengenai bantuan-bantuan bagi masyarakat dan tenaga medis, bukan membuat langkah beresiko seperti itu,” tukasnya.

Diketahui, Kemenkumham telah mengeluarkan surat penetapan pembebasan narapidana untuk mencegah penyebaran virus corona di dalam Lapas, dengan menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM, Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04. Kebijakan ini berisi tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19 untuk membebaskan 30.000 napi dewasa dan anak.

Dalam Kepmen tersebut, dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan adalah tingginya tingkat hunian di Lapas, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan Rumah Tahanan Negara (Rutan), sehingga rentan terhadap penyebaran virus corona.

Akan tetapi, napi khusus kasus korupsi dan narkotika tidak bisa karena terganjal PP Nomor 99 Tahun 2012. Itulah sebabnya mengapa Yasonna ingin PP tersebut direvisi.

Kata Yasonna, “Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini."

Kriteria ketat yang dimaksud antara lain, pemberian asimilasi bagi napi narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya.

Diperkirakan ada 15.422 napi narkotika yang memenuhi syarat untuk diberikan asimilasi. Lalu, pemberian asimilasi diberikan kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana. Ada sebanyak 300 orang.

Selanjutnya, pemberian asimilasi terhadap napi tindak pidana khusus (Tipidsus) yang dinyatakan sakit kronis oleh dokter pemerintah dan telah menjalani 2/3 masa pidana. Ada 1.457 orang. Terakhir, yaitu pemberian asimilasi terhadap napi asing yang berjumlah sebanyak 53 orang.

Yasonna mengatakan bakal menyampaikan usul revisi PP 99 Tahun 2012 ini kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (ratas). “Kami akan laporkan ini di ratas dan akan kami minta persetujuan Presiden soal revisi emergency ini supaya bisa kita lakukan,” ucap Laoly. (Risal Kahidopang)



Sponsors

Sponsors